Hillsong: Hope for Humanity

8:40 AM

Jika kebetulan sedang melintasi Danks Street di daerah Waterloo di Sydney, dan tiba di persilangan jalan itu dengan Young Street, kamu akan melihat gedung ini:


Hillsong Danks Campus
Inilah salah satu tempat ibadah (baca: gereja) Hillsong - salah satu megachurch, mungkin gereja terbesar di Australia. Di Sydney area saja, Hillsong punya empat tempat ibadah: pusatnya di Baulkham Hills jauh dari kota, satu di Campbeltown di Barat Daya, dan dua lagi di tengah kota: Waterloo & Alexandria.
Nama Hillsong yang indah ini saya kira diambil dari nama lokasi pertama gereja ini adalah sebuah tempat di Hills District - Baulkam Hills. Nyanyian dari bukit. Bukit di Australia.
Bagi sebagian orang Indonesia, mungkin nama Hillsong tidak terlalu asing, sejak peristiwa eksekusi Bali Nine. Andrew Chan, salah satu dari duo Bali Nine yang dieksekusi oleh regu tembak, disemayamkam di gereja Hillsong - Baulkham Hills.  
Sedangkan bagi orang Indonesia Kristen, nama Hillsong menjadi familiar, sejak kehadiran lagu-lagu pujian penyembahan dari sana tahunan lalu dengan Darlene Zschech dan Shout the Lord yang dengan begitu fenomenalnya masih bertahan sampai hari ini.

Nah, belum lama ini, nama Hillsong mendadak tenar lagi setelah UU pernikahan sesama jenis disahkan di Amerika Serikat. Sebabnya adalah karena Brian Houston gembala senior gereja Hillsong disebut-sebut mendukung UU tersebut. Gegernya sampai ke mana-mana termasuk Indonesia. Ramai komentar mengalir, kecaman, tuduhan, makian, juga pujian. Komentar-komentar ini bahkan gaduhnya mengalahkan pernyataan Pastor Brian untuk meluruskan berita tersebut.
Lucunya lagi, sebenarnya berita yang dikutip itu sudah usang, tanggalnya adalah Oktober 2014, sedangkan UU yang melegalkan pernikahan sesama jenis di seluruh USA itu disahkan Juni 2015.  Jadi, sebenarnya Pastor Brian sedang memberikan pernyataan tentang apa? Rupanya, dia sedang diwawancara oleh wartawan NY Times, apa komentarnya tentang pernikahan sesama jenis yang memang sudah legal di negara bagian tempat Hillsong US berada, ya Hillsong ada di US juga. 
Saya mengajak teman-teman untuk membaca sendiri pernyataan Brian Houston secara utuh atau di web resmi gereja (klik aja), jangan sebagian-sebagian, karena memang akan terjadi deviasi tafsir yang sangat besar. 

Balik lagi tentang Hillsong, karena saya sedang tidak menyoal tentang UU tersebut, saya ingin memberikan opini saya tentang gereja ini.
Mari lihat lagi foto saya di atas. Baca yang tertulis besar-besar di situ: Jesus Hope for Humanity. Tulisan itu sangat mencolok. Siapa pun yang sedang melintas rasanya sulit untuk mengabaikannya. Tulisan yang lebih kecil di sebelahnya pun tak kalah menarik: Come As You Are.

Sekarang, mari kita tengok negara bernama Australia ini. Australia adalah negara sekuler. Jangan bandingkan Australia dengan Indonesia yang menganut paham ketuhanan sebagai ideologi. Di Australia, semua orang bebas untuk beragama maupun tidak beragama. Semua orang mendapat perlindungan atas pilihan iman mereka, asal tidak melanggar hukum. Gereja banyak di sini, mesjid juga saya temukan dalam perjalanan di daerah Eastlake yang banyak muslimnya, wihara juga sudah ketemu, pura belum - tapi saya yakin pasti ada karena jumlah India di sini besar, penganut Freemason yang dihujat di Indonesia -ingat presiden Jokowi digosipkan adalah pengikut Freemason? - pun bahkan mendapat tempat. 
Masonic Temple - Eastwood, Sydney
Sementara itu, orang-orang yang memilih untuk tidak beragama juga mendapat perlindungan dan hak yang sama. Tidak sedikit orang tua yang memutuskan untuk tidak mengenalkan agama atau tradisi keimanan apa pun kepada anak-anak mereka. Di sekolah, kecuali mereka disekolahkan ke sekolah yang berafiliasi ke agama tertentu, anak-anak tidak akan mendengarkan tentang Tuhan dalam pelajaran, walau di sekolah-sekolah negeri tertentu ada pelajaran tambahan Religious Education (Scripture untuk yang Kristen). Jika dari keluarga mereka tidak mendapatkan hal ini, dari lingkungan tidak, dari sekolah tidak, maka satu-satunya yang bisa dijadikan pegangan adalah kemanusiaan - humanity. 
Kekristenan bagi sebagian orang dianggap sebagai kepercayaan yang terlalu membatasi, terlalu mengekang. Tidak heran di Australia, gereja seperti Hillsong dijadikan bahan olok-olok, bahkan di media seperti televisi. Beberapa waktu lalu saya dengar seorang seleb Aussie di televisi mencandai baju hazmat sebagai Hillsong Chastity Suit. :) Ya, Hillsong terdengar 'ajaib' dengan pengajaran abstinence before marriage. Reaksi orang-orang Aussie mungkin, "Seriously, di masa kini? Kuno banget lo!"

Hazmat Suit
Hillsong adalah gereja kontemporer, mereka tidak berada di jalur konservatif, mereka berusaha menjangkau banyak kalangan dengan slogan: "Come As You Are". Jadi, jangan heran atau menaikkan alis jika bertemu orang yang datang ke gereja dengan celana pendek, baju kutung, baju amat terbuka, rambut awut-awutan, dan tak bersandal! Desember 2014, pertama kalinya ke Hillsong, saya agak terkejut melihat orang-orang yang datang. Yang rapi berdandan bisa dipastikan adalah orang Asia. Yang bule datang dengan penampilan semau gue. Kita orang Asia, telah dari kecil melihat bagaimana rapinya orang-orang ke gereja. Sebagian orang Kristen mendapat pengajaran, ketika ke gereja, datanglah dengan penampilan terbaikmu. Namun, Aussie is different, mate. Mereka adalah orang-orang yang kepribadiannya santai. Semua orang disapa mate, buddy, love, dan sebagainya. Very laid back.
Belum lagi musik ingar bingarnya. Juga penampilan beberapa orang di panggung yang terlihat sangaaaat 'duniawi' dan terasa tidak ada cucok-cucoknya dengan gereja. Ada yang bertato, ada yang ditindik sana-sini. Saya tidak dapat membayangkan reaksi dan komentar dari kalangan gereja yang lebih konservatif. Kalau ke ibadah youth mungkin bakal ada yang serangan jantung. Tidakkah mereka akan dihakimi habis-habisan? 

Saya tadinya tidak ingin berjemaat di sini. Gerejanya terlalu besar, dan saya agak alergi dengan gereja yang terlalu besar. Saya awalnya termasuk di dalam barisan yang menilai Hillsong sebagai gereja yang terlalu sekuler atau bahkan cenderung kompromis. Saya turut menghakimi gereja ini. Sebagai pengunjung, tentu saja yang kita lihat adalah penampilan luarnya. Eksteriornya. Kosmetiknya. Gereja ini begitu habis-habisan menarik pengunjung, begitu pendapat awal saya yang tentu saja penuh kesinisan. Mereka hanya tahu bersenang-senang, pikir saya lagi. Sampai saya datang ke sekolah minggunya. Sampai saya datang ketiga dan keempat kalinya. Sampai saya memberi diri kesempatan untuk mengenal gereja ini lebih jauh.
Anak-anak saya yang memilih bersekolah minggu di sini. Mereka betah di dalam, tidak mau ke gereja lain lagi. Saat menemani Kimi yang tidak mau ditinggal, saya mendengar mereka sedang diajar tentang Listen Up. Mendengarkan Tuhan. Taat, seperti Elia, dan nabi-nabi lain di Alkitab. "Speak, God, I will listen."
Lalu, ketika saya mencentang di form sekolah minggu, bahwa saya sedang mempertimbangkan untuk menjadikan Hillsong sebagai gereja tetap, seseorang menelepon saya keesokan harinya. Dia mem-follow up atau di gereja saya di Indonesia disebut sebagai tim pemerhati. Saya diundang untuk ikut Welcome Party. Di Welcome Party-lah saya mendengarkan isi hati para pemimpin gereja, dan apa saja yang gereja lakukan. Di situlah saya mendengar dan mengenal dalam-dalamnya Hillsong. Mereka adalah gereja biasa seperti umumnya gereja. Ibadah hari Minggu adalah lini terdepan, mereka adalah tim marketing, mereka memasarkan Yesus sebagai jawaban. Namun, itu hanya lini pertama. Yang menjadi jantung dan degup gereja ini adalah kegiatan di baliknya. Ada Connect Group yaitu kelompok sel, ada Sisterhood - yang memberikan pertemanan untuk kaum perempuan, ada Bible Class untuk belajar Alkitab, dan banyak lagi. Saya melihat bagaimana gereja yang sangat kontemporer ini sesungguhnya sedang berusaha untuk terus hidup dalam kebenaran Firman Tuhan di tengah riuhnya dunia di sekitar mereka. Ingat komen seleb Aussie tentang 'chastity suit' tadi?
Saya tidak sedang membela Hillsong. Saya orang baru. Saya tidak kenal Brian Houston. Ini pendapat saya pribadi, seorang Kristen Indonesia yang sedang mencari gereja untuk tertanam (home church) di Sydney, yang sedang berusaha mencarikan lingkungan yang baik dan mendukung nilai-nilai keluarga untuk ketiga anaknya. Jika ada bias dalam pendapat ini, mohon maklum.

Sekolah minggu mereka, yang sering disebut sebagai Kidsong, juga tak kalah menarik. Anak-anak dibagi menurut beberapa kelompok umur. Kimi masuk ke kelas The Ark (3-4y), Chloe ke Fun House (K-Y2), Joel ke Voltage (Y5-Y6).
Nah, Voltage ini punya acara kumpul rutin dua mingguan hari Jumat. Di sana mereka belajar kebenaran Firman Tuhan dengan cara yang lebih sesuai umur mereka. Leader Voltage saat ini bernama Yeshua dari Chicago. Joel ikut Jumat lalu. Mereka makan pizza, joged-joged, dll, begitu cerita Joel, dan dia suka dengan acara ini. Ahem. Joel, lho, yang tidak mudah bergaul dan tidak mudah menerima lingkungan baru. Jadi, saya senaaaaang sekali menemukan komunitas yang baik buat dia. Saya sempat mengintip sedikit kegiatan mereka, anak-anak ini setelah acara besarnya dibagi per kelompok laki-laki dan perempuan. Anak-anak cowok di kelompok Joel berisik dan heboh sekali, sementara Joel tampak sangat pendiam, pemalu di tengah-tengah mereka.

Ignite Voltage, kegiatan Jumat seru anak-anak Voltage. Ini mereka sedang menyemangati Joel supaya lebih ekspresif seperti mereka, Hahaha.

Saya ingin menutup tulisan ini dengan sebuah pernyataan, bahwa tidak ada gereja yang sempurna. Jika ada gereja yang sempurna, dan kita masuk ke dalamnya, gereja itu tidak lagi sempurna.  :)

You Might Also Like

1 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images