Pusingnya Jadi Ibu Indonesia di Australia

8:45 PM

Kimi kecil kami sudah bersekolah. Rasanya gimana gitu melepas dia ke dunia yang baru.

Saya yang pasti kehilangan teman baik di rumah. Rumah jadi sepi dari pagi hingga siang.

Nah, di saat yang sama, Joel juga masuk SMP. Chloe juga sudah 'naik tingkat', dari anak infant (di sini anak TK-kelas 2 disebut infant student) kini resmi menjadi primary student. Tiga hal baru sekaligus terjadi pada kami.

Saya dan Pampi tentu juga jadi yang merasakan dampaknya. Jika Agustus lalu, anak-anak masuk di tengah-tengah tahun ajaran (sehingga kami kelimpungan adaptasi tak paham apa pun), kini kami memulainya dari awal. Spesial untuk kami, Kimi memulai dari titik awal sistem persekolahan di Australia. Jadi, saya punya kesempatan untuk belajar dari awal. Juga, inilah pertama kali saya punya anak TK. Benar. Joel & Chloe dulu memulai langsung dari kelas 1, jadi tidak sempat merasakan masa-masa taman kanak-kanak di sekolah.

Ternyata, sebagai orang Indonesia, saya merasa pusing menjadi orang tua di sini. Mengapa? Begini. Sekolah sangat rajin mengirimi kita informasi. Setiap hari Kimi membawa pulang apa saja yang telah dia pelajari di sekolah. Baru masuk tiga hari, sudah ada newsletter khusus anak-anak TK yang berisi 1001 hal yang perlu diketahui ortu tentang persekolahan. Dari tata cara melepas anak (tidak diantar sampai kelas), hingga pengaturan penjemputan. Setiap detil diterangkan dengan amat sangat deskriptif. Contoh kedetilan mereka seperti ini, untuk anak-anak yang akan ikut bus di tangannya tolong tuliskan huruf 'B' dengan spidol, yang ikut after school care berikan huruf 'A'. Tidak baca, salah sendiri. :)

Joel pun demikian. Bahkan sebelum dia masuk sekolah, saya sudah diberikan semacam buku panduan yang mengulas A-Z aturan-aturan, jadwal, sebrek-abrek ekskul, dll. Chloe pun tak ketinggalan. Gurunya mengirimkan selembar kertas A4 bolak-balik terisi penuh yang menjelaskan aturan main, pendeknya segalanya.

Belum lagi yang namanya asosiasi P&C - Parents and Citizens atau kalau di Indonesia semacam POMG. Mereka sangat aktif dan hobi sekali mengadakan acara, baik fundraising maupun hanya sekedar piknik bersama, atau mengatur playdate untuk anak-anak baru. Akibatnya, saya kebanjiran informasi, dan kadang-kadang rasanya saya tak sanggup lagi mengingat apa-apa. :p Mungkin daya tampung otak saya sudah ngos-ngosan. 

Kesimpulan saya, manajemen sekolah di sini baik sekali. Tidak mudah tentu mengurus ratusan anak-anak begini. Para guru dan semua staf harus sangat profesional sehingga risiko bisa diminimalkan. Namun saya sebagai orang tua Indonesia yang biasanya tidak harus mengingat terlalu banyak hal seperti ini (selain PR & ulangan dan bayar uang sekolah tepat waktu biar tidak kena denda), rupanya harus bekerja keras mengatur diri agar bisa lebih rapi dan tidak ada yang terlewat dari jadwal saya.

Sekian.
Dari seorang ibu yang sedang ngos-ngosan.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images