Cerita tentang Komplen

9:46 PM


Joel yang sudah masuk high school, disarankan oleh sekolahnya untuk mulai bisa menggunakan transportasi publik ke sekolah. Sekolah bekerja sama dengan penyedia transportasi publik negara bagian NSW menyediakan sarana transportasi untuk memudahkan perjalanan anak-anak pra-remaja ini. Salah satu bentuk kerja samanya adalah, para pengemudi akan membantu mengawasi anak-anak ini saat naik dan turun bus.

Nah, dalam rangka menuju kemandirian total, Joel pun belajar naik bus sendiri ke sekolah. Sebelum ini dia juga sudah cukup mandiri, sih, sudah bisa naik kereta sendiri. Tapi, untuk ke sekolah yang baru ini, jalur yang ditempuh berbeda. Jadi, Joel harus belajar menggunakan bus dengan rute yang berbeda. Menurut jadwal 7.37 bus akan lewat halte tersebut.

Sebenarnya, bisa sih diantar naik mobil, maksimal 30 menit saja. Sementara kalau naik kendaraan umum, ditambah jalan kaki, dia butuh waktu 45 menit tiba di sekolah. Tapi, belajar mandiri itu kan penting sekali, jadi kami dorong dia untuk naik bus saja.

Hari pertama sekolah, saya menemaninya menunggu bus yang hanya lewat satu jam sekali itu. Semuanya harus diperhitungkan dengan tepat, kurang cepat, maka akan ditinggal bus. Menurut perhitungan, setidaknya kami butuh waktu 15 menit untuk mencapai bus stop yang jaraknya sekitar 600m dari rumah itu. Bukan jarak yang jauh, tetapi lampu merahnya banyak, dan jalannya termasuk jalur utama yang sibuk. Jadi, perlu sabar.

Singkat cerita, kami berhasil tiba sebelum 7.37. Fiuh. Sekitar 8 menit menunggu, dari kejauhan tampak bus yang sudah kami tunggu itu. Joel saya ajarkan melambai agar pengemudi melihat kehadirannya. Dia melambai. Sayangnya, waktu itu di depan bus ada truk panjang berbadan besar. Pak Supir yang sepertinya tidak ngeh ada anak sekolah yang melambai-lambai memintanya berhenti, melintas dengan anggun. Oh, tidaaaak! Mungkin harusnya tadi saya ikut melambai-lambai heboh biar Pak Supir tertarik pada kami?

At the Bus Stop
Nah, bus stop-nya modelnya kayak gini, lho. Tanpa atap, tanpa tempat duduk. Menurut saya memang agak tricky untuk dapat terlihat jelas oleh supir bus. Butuh usaha keras untuk menarik perhatian pengemudi tentunya.

Tak ada cara lain, selain pulang. Minta tolong Papa yang mengantar sekalian berangkat kerja.
Baiklah. Besok akan kami coba lagi. Tak lupa saya segera melayangkan komplen kepada operator bus, meminta tolong agar Pak Supir memperhatikan tiap stop yang dia lewati, adakah calon penumpang yang menantikannya, khususnya anak sekolah. Email sent.

Keesokan harinya.....

Kali ini giliran Papa yang menemani Joel berjalan hingga bus stop yang sama. Saya yang di rumah, merasa tenang, karena tentu Papa yang agak menyalahkan saya tidak ikut melambai kemarin, kini akan ikut melambai juga, dong?

Sekitar 15 menit kemudian, telepon rumah berbunyi.

Papa: "Ah, bus-nya lewat pas aku tadi lagi ngeliat ke belakang."
Mama: "Errrr...."

Jadi, kembali lagi dua orang ini berjalan pulang kembali ke rumah. Hari ini, lagi-lagi Joel harus diantar Papa ke sekolah.

Wah, benar-benar ini. Masa dua hari berturut-turut dilewati bus? Ini sungguh tidak benar. Tidak benar. Mana balasan email saya, mana?

Eh.. tadi siang, masuklah email balasan yang sudah saya tunggu-tunggu.



Wah, senang sekali ketika komplen kita didengarkan, ditindaklanjuti dengan cepat seperti ini. Jadi, mereka telah menginformasikan kepada supir bahwa kini rute mereka melayani anak-anak sekolahan Joel, sehingga Pak Supir harus lebih vigilant, lebih waspada jikalau ada anak-anak yang akan menyetop bus mereka .

Apakah janji mereka ini ditepati atau hanya janji surga, nantikan laporannya besok.


You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images