Misteri Rumah Atas

7:44 AM

Seperti yang sudah saya ceritakan di sini, kami tinggal di lantai bawah, dan ada keluarga lain di lantai atas. Penyewa atas punya akses sendiri ke atas, jadi seperti tinggal di apartemen saja. Saya tahu siapa nama penyewa lantai atas dari kalender dinding yang Helen, pemilik rumah, pasang di dapurnya. Helen juga memberikan deskripsi singkat tentang siapa yang menjadi tetangga kami ini.

Setiap kali penghuni atas ada di rumah, kami yang di bawah bisa tahu, dari bunyi derit lantai yang mereka timbulkan tiap kali berjalan. Dari kamar kami terdengar jelas sekali.

Saat kami datang, Anna dan anak perempuannya sudah lebih dulu ada. Mereka menyewa cukup lama walau tidak selama kami, hampir satu bulan kalau tidak salah. Saya sih tidak pernah ketemu mereka, mungkin kami punya rutinitas yang benar-benar berbeda.

Jika malam tiba, sepertinya aktivitas di atas bertambah. Beberapa kali sekitar jam 12-1 malam, bunyi derit-derit itu tak kunjung selesai. Untuk gampangnya, karena anak perempuan Anna remaja, maka saya asumsikan dia sedang berolah raga, atau senam lantai yang sering saya lakukan malam hari di Serpong. :)

Nah, Joel yang tidur di kamar sebelah, pernah tak bisa tidur karena ada bunyi-bunyian di jendelanya. Bukan mesin cuci, bukan dari atas, katanya. Saya sendiri tak punya jawabannya, namun untuk memudahkan hidup, saya berasumsi dan ceritakan pada Joel tentang asumsi itu, kemungkinan itu bunyi yang dihasilkan oleh angin yang bertiup cukup kencang selama musim dingin ini.

Kembali ke rumah atas, sebenarnya kami terhubung oleh sebuah pintu. Pintu itu terletak di antara dua ruangan: storage dan laundry. Persis di balik pintu ini adalah tangga menuju lantai atas. Jika mereka mengunci pintu itu, maka kami pun tak bisa masuk ke sana.

Anna tinggal hingga akhir bulan Juli, dan rumah atas sempat kosong beberapa hari. Setelah dia pergi, kami bisa tidur lebih tenang karena tidak ada lagi derit-derit.

Namun.....

Pintu penghubung. Lampu menyala.
Suatu malam, seperti malam-malam sebelumnya, Kimi terbangun dan menangis. Pukul 2.30 malam waktu itu. Saya segera ke kamar sebelah untuk mengambilnya, dan mengajaknya pipis di kamar mandi. Setelah selesai, saya kembalikan dia ke kamar, dan berjalan kembali ke kamar depan. Sampai di kamar saya sadar, kenapa lampu tangga di dekat pintu penghubung itu mati? Bukankah tadi sore dia menyala? Siapa yang mematikannya?

Pintu penghubung. Lampu mati.
O oh. Saya tak mau memikirkannya, karena saya mau tidur dengan tenang. Namun besoknya saya ceritakan juga ke Pampi. Untuk mudahnya, kami asumsikan lagi bahwa lampu itu dikontrol oleh timer.

Jadi, setiap kali lampu di dekat tangga itu terlihat menyala atau mati saat saya melewatinya, saya anggap itu ulah timer.

Sampai suatu hari....

"Ya ampun! Ternyata! Tau, nggak?"

Pampi tertawa di dekat pintu penghubung itu. Dia sudah menemukan jawabannya. Ternyata lampu di dekat tangga itu akan ikut menyala jika kami menyalakan lampu di lorong (untuk menerangi jalan menuju kamar mandi dan dapur). Jika kami matikan, lampu di dekat tangga itu juga mati. Terjawab sudah misterinya. Itu bukan ulah timer. Tapi ulah kami sendiri. :)

Case solved.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images