This is for Everyone!

7:05 PM

Pagi ini jalanan cukup lengang, mungkin karena sedang libur sekolah. Saat melintasi Lane Cove Road, pikiranku terbawa ke tiga tahun yang lalu. Ini kali ketigaku mengikuti Hillsong Conference, sebuah acara berskala internasional, yang dihadiri sekitar 30.000 orang dari berbagai belahan dunia. 

Rute yang sama, acara yang sama, posisi yang sama, namun situasi yang berbeda. Tahun 2016 aku dan Pampi mendaftar sebagai volunteer di acara ini, diterima. Menjelang acara, Pampi mengundurkan diri, karena ternyata ada tugas keluar kota. Tinggallah aku ketar-ketir sendirian, terus atau mundur. Aku tahu anak-anak pasti semangat ingin ikut, tapi aku kecut hati. 

Saat itu kami masih baru di Australia, baru setahun. Dalam banyak hal, aku masih gagap. Salah satunya karena masalah komunikasi yang tak lancar karena kepercayaan diriku yang terjun bebas karena merasa betapa buruknya kemampuan bahasa Inggrisku di sini. Hal berikutnya adalah tanpa Pampi berarti aku harus menyetir sendiri ke Qudos Bank Arena (QBA) di Sydney Olympic Park. Aku belum punya SIM Australia, padahal menurut peraturan dalam 6 bulan pertama sebagai penduduk tetap, aku sudah harus memiliki SIM Australia kalau ingin menyetir

Singkat cerita, aku akhirnya tetap datang sebagai volunteer. Jika kau ingin tahu kenapa aku melamar jadi volunteer di Hillsong Conference, padahal belum pernah ikut dan situasi pun tidak ideal tanpa kehadiran Pampi, jawabannya mudah: keterbatasan finansial. Biaya untuk family of five di atas $700, sehingga menjadi volunteer waktu itu adalah pilihan yang paling masuk akal. Pada waktu itu Hillsong Conference memberikan tiket gratis untuk dua anak volunteer, jadi cukup beli satu saja buat Joel. Itu pun harganya di atas $100, sangat lumayan.

Aku masih ingat tegangnya diriku menyetir pulang pergi Sydney Olympic Park - Wahroonga. Aku tak suka menyetir di malam hari apalagi di rute yang aku tak kenal, membawa tiga anak kecil pula yang belum bisa banyak membantu. Jadi, waktu itu aku harus berhadapan dengan ketakutanku: takut nyasar dan takut diperiksa oleh polisi. But, hey, I survived and overcame the challenges. 

Untuk konferensinya sendiri, aku tak punya gambaran seperti apakah itu. Bekalku adalah pengalaman ikut konferensi gereja se-Indonesia yang diselenggarakan oleh gerejaku. Menjadi seating community captain yang sesungguhnya tak sedikit pun kupahami tugasnya itu pun kujalani. I didn't know what to expect dan yang kulihat begitu pertama aku membuka pintu ruangan stadium adalah:

Hillsong Conference 2016
This is too huge! Too massive! Terus terang aku overwhelmed. Keringat dingin merambati keningku. Ini terlalu besar buatku. Tiga puluh ribu orang di stadium sebesar ini, belum termasuk ribuan volunteer yang memenuhi gedung Qudos Bank Arena. Aku kewalahan. Aku tidak kenal siapa-siapa, ada sih beberapa orang yang aku tahu, tapi tidak kenal baik. Selain tugas volunteer, aku harus mengurus tiga orang anak yang lokasi acaranya beda-beda. Dan, perlu kau tahu, kompleks Olympic Park ini besaaaaaaaar sekali. Sehari minimal bisa dapat 20.000 ribu langkah, hanya berjalan dari parkiran mobil - gedung QBA - gedung Showground (lokasi acara anak).

The Kids @ 2016

Untunglah ada malaikat penyelamat bernama: Eleanor Rivers-Suharno (Ela). Saat itu aku tidak kenal dekat dengannya, namun Ela berbaik hati membantu mengantar dan menjemput kedua anak yang kecil. I am forever indebted to her and I've made a vow to pay the kindness forward. 

Okay, fast forward to 2019. 

Opening HSC 2019 - This is for Everyone!
Ini tak lagi mengintimidasiku, bahkan kehadiran PM Australia Scott Morrison di acara pembukaan sekali pun. Aku kini melihat kumpulan orang banyak ini sebagai orang-orang yang rindu bertemu dengan Tuhan, yang ingin mendapatkan sesuatu dari Tuhan, dan aku di sana bergabung dalam sebuah harmoni yang menjeritkan kerinduan pada Allah yang besar, yang penuh kasih, yang ingin menyingkapkan hati-Nya kepada anak-anak-Nya.

Tiga tahun rasanya cukup untuk sebuah pertumbuhan. Aku adalah pribadi yang berbeda. Tahun ini, walau telah membeli tiket sebagai peserta, aku melamar jadi volunteer karena ingin memberkati dan melayani orang lain. Nanti aku cerita sedikit tentang ini.

My Volunteer Pass - the same photo in 2016 
Tahun ini aku mengambil cuti kerja tiga hari dan bergabung dengan Indonesia Interpretation Team, bukan menjadi penerjemah, tapi membantu empat puluh orang delegasi Indonesia agar mereka mendapat pengalaman terbaik selama konferensi.

Our desk
The receiver
Senang sekali bisa bergabung dengan tim yang sebagian besar mahasiswa Hillsong Bible College ini. Ketularan semangat muda mereka, sayangnya tantangannya pun besar karena aku sudah di usia harus jaga makanan sementara mereka yang metabolismenya masih baik ini selalu sibuk mengunyah. Meja kami sering dioleh-olehi makanan dari para delegasi, misalnya kemplang Lampung lengkap dengan terasi, sale pisang, dll. Aku berharap para delegasi yang sebagian besar hamba Tuhan dan pekerja gereja juga diberkati dengan pelayanan kami. 

O ya, selain para mahasiswa, ada juga Dolly yang jurnalis. Sungguh kaget ketika tahu bahwa Dolly ini mengaku Bangka sebagai kampung halamannya (tepatnya mamanya), lebih kaget lagi ketika dia menyebut Belinyu! Wah!!! Sekampung kita ternyata ya, Dol!

Our wonderful team
Selain bahasa Indonesia, konferensi juga menyediakan fasilitas interpretasi untuk bahasa Spanyol, Portugis, Jepang, Korean, dan tentu Mandarin. 

Foto di bawah ini tim Spanyol sedang menerima tantangan dari koordinator tim penerjemah Pastor Kim untuk mencoba keripik kulit ikan salut kuning telur asin dari Irvin. Mereka suka, tuh! Sedangkan tim Brazil termual-mual. Haha!

Foreign food challenge for the Spanish Team
Aku terharu dengan tim Brazil (Portuguese) yang memberkati delegasinya dengan cara yang unik. Di akhir konferensi, para volunteer membagi-bagikan coklat kepada peserta, di atas bungkus coklat ditulis nubuatan-nubuatan mereka untuk para peserta. Terakhir mereka berdoa bersama, lalu berfoto dengan bendera negara mereka.

Brazil
Ah, indahnya.

Tentu saja aku tak ingin sampai tidak menikmati konferensi. Banyak berkat yang kutahu ada di dalamnya. Aku juga ingin rohku disegarkan. Jadi, seperti yang kuceritakan, aku telah membeli tiket sebagai peserta sejak tahun lalu, tapi aku juga ingin melayani. Konferensi 4 hari ini terdiri dari sesi pagi dan malam. Oleh sebab itu, tiket sesi pagiku kuberikan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan dan aku hadir sebagai peserta di malam hari. Lagi-lagi Ela yang membantuku. Dia kenal dua orang ibu yang ingin datang tapi terkendala: Debby harus rutin cuci darah sehingga dia tak dapat memenuhi komitmen baik sebagai peserta maupun volunteer dan seorang ibu lain -single mum- juga hanya dapat hadir satu hari karena harus menemukan orang yang bisa menjaga anak-anaknya. Aku tak kenal mereka berdua, tapi aku sempat bertemu dengan Debby, mendengar ceritanya, kami menangis bersama, kami tahu Allah peduli dan sayang padanya, kami tahu bahwa Allah mendengar doanya untuk disembuhkan. Sayang tidak sempat berfoto bersama. Si ibu tunggal, aku tak sempat bertemu, tapi menurut Ela, dia pun berderai air mata karena Tuhan menyentuh hidupnya hari itu.

Aku sendiri? Dapat banyak! Tak cukup berkat dari melihat orang-orang yang hidupnya disentuh oleh Tuhan, melihat tangan  seorang remaja yang terangkat meresponi undangan untuk menerima keselamatan, melihat air mata yang meleleh di pipi peserta, aku sendiri pun tak dilewatkan oleh-Nya. Because this is for everyone, hey! Dia seakan-akan berkata bahwa Dia tak pernah melupakanku, proses masih terus terjadi dan aku harus rela Dia bentuk setiap hari.

Baiklah. Hillsong Conference 2019 sudah berlalu. Semoga setiap peserta terus membawa semangat kegerakan dalam rohnya. Sampai jumpa tahun depan!

This is for Everyone

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images