Mudik! Bagian 1

12:00 AM

Kami sekeluarga bermigrasi ke Australia bulan Juli 2015. Sejak saat itu, kami belum pernah pulang ke Indonesia sekali pun, hingga.......

..............................................................................................
Mei 2018, akhirnya kesampaian juga beli tiket pesawat untuk mudik ke Indonesia.

Tiga tahun lebih lo, Bro en Sis, kami tidak pulang. Bukan tidak ingin, dompet yang tidak kasih izin.

Bulan Mei itu, saat kondisi dompet sudah mulai ada isinya, saya tengok-tengok website Garuda. Pas banget  Garuda Indonesia sedang berbaik hati memberikan harga bersahabat, padahal untuk terbang bulan Desember. Untuk harga musim liburan, tiket yang kami peroleh termasuk murah, maskapai layanan penuh pula!

Saya sudah menghitung jatah cuti yang berlimpah karena jarang diambil, kecuali untuk keperluan mendesak. Dua puluh dua hari -- lebih dari cukup untuk liburan sebulan. Yes! Jadi pulang!

Rencana Pulang Mendapat Hambatan
Akhir Oktober 2018, tanpa pernah terduga, saya ternyata mendapat pekerjaan baru dengan peluang yang lebih baik. Ceritanya di sini. Ini tentu akan berimbas kepada jatah cuti. Langsung terbayang adegan di pom bensin Pertamina, "Mulai dari nol ya, Kak!"

Jatah cuti tahunan di Australia umumnya 20 hari, sehingga jika dihitung secara prorata, tiap bulan seorang karyawan akan memperoleh 1,6 hari. Artinya, saya baru punya 3,2 hari di bulan Desember nanti. Untunglah manager baru saya, Hannah, mau memahami perjuangan saya menanti bertahun-tahun, sehingga diazaknya diizinkannya saya ke rumah dia cuti tak berbayar untuk menggenapi jumlah cuti yang saya ajukan. Yes! Jadi pulang!

Pulang
Walau membawa dua koper besar, kami memutuskan naik kereta saja ke airport. Alasannya, kami tidak berani ambil risiko terlambat karena macet yang katanya sudah umum tiap akhir pekan. Mobil kami parkir di stasiun Gordon, lalu bertolaklah ke bandara Kingsford-Smith. Jika mau naik kereta ke airport dan membawa bagasi banyak, berangkatlah dari stasiun yang punya fasilitas lift (catatan tidak semau stasiun di Sydney punya fasilitas ini).

Ini foto kami berlima saat berangkat dari stasiun Gordon. 
Kurang dari satu jam (ganti kereta di stasiun Central), kami telah tiba di Sydney International Airport station. Jangan salah turun, ya. Ada domestik, ada internasional. Yang pasti, ada tambahan biaya yang cukup lumayan untuk yang turun di airport. Info selengkapnya ada di web ini.

Stasiun terminal internasional
Begitu turun, kami didekati oleh seorang perempuan Asia, yang tiba-tiba memberondong kami dengan rentetan kata-kata dalam bahasa Mandarin. Tentu saja kami tidak paham. Si Ibu terlihat panik, lalu bergegas menghampiri petugas stasiun dan nyerocos lagi. Petugas berkulit hitam itu terlihat kewalahan. Walau tak paham, saya tahu si Ibu sedang punya masalah (mungkin dengan barang bawaannya?). Entah. Kasihan juga, ya, kalau punya masalah komunikasi seperti ini. Ingin membantumu, Bu, tapi saya ga ngerti. Maaf, ya.

Semua kemudian berjalan baik. Check-in di counter Garuda pun beres. Beberapa petugas ground adalah orang Indonesia, jadi mereka siap membantu jika ada penumpang Indonesia yang tak bisa berbahasa Inggris. Antrian cukup ramai. Dari wajahnya, saya bisa tebak kalau kebanyakan penumpang adalah orang Indonesia. Saya ketemu teman yang sedang mau mudik juga sekeluarga kayak kami. Di sebelah saya, hadirlah seorang bapak mengenakan kaus bertuliskan "Alumni 212". Wah, alumni mudik juga ya, Pak?

Sambil menunggu, kami berlima ngemil-ngemil dulu. Ternyata lapar mata saja, nih. Boba tea ukuran besar ga habis, kopi ukuran besar ga habis. Untung saya berhasil memaksakan manoush zaatar roti pita dengan rempah khas Lebanon ini masuk ke perut. Enak juga.

Manoush with za'atar
foto diambil dari https://www.masalaherb.com
Kami yang belum pernah terbang dari Sydney International Airport, terkagum-kagum melihat airport serupa mall ini. Ternyata bagus juga. Tapi masih bagusan Changi kayaknya, deh.


Atas permintaannya sendiri, Joel duduk terpisah dengan kami. Saya duduk dengan kedua bocah kecil. Lho, Pampi duduk di mana, dong? Kali ini Pampi tidak ikut dulu, dia menyusul minggu depan. Maklum, cuti terbatas. 


Bersama dua bocah ini selama tujuh jam. Berisik? Iyah.
Ternyata inflight entertainment-nya Garuda menyediakan film-film yang sudah lama pengen saya tonton, tapi belum kesampaian. Saya nonton Crazy Rich Asians, Susah Sinyal, dan The Greatest Showman.  Puas.

Nonton. Memejamkan mata. Nonton lagi. Ketiduran. Nonton lagi. Begitu terus hingga akhirnya kami semakin mendekati Jakarta. Sebentar-sebentar saya mengintip posisi pesawat. Saya baru sadar betapa besarnya Australia itu. Setengah dari perjalanan Sydney ke Jakarta habis untuk melintasi ujung timur di Sydney ke ujung Barat-nya, saya kurang tahu kota apa di Western Australia yang dilintasi, mungkin Broome? Sebagai benua, Australia memang kecil, tapi sebagai negara? Gede banget! Mana ada negara lain yang luasnya satu benua?

Here I come, Jakarta!
Saat mendarat di Terminal 3 Sukarno-Hatta, lagi-lagi saya terkagum-kagum. Ih, bagus, yaaaaaa. Duh, masa baru ditinggal 3 1/2 tahun saja, kamu udah bersolek secantik ini sih, Soetta?

T3 Soetta



You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images