Moving On dan Jemuran
8:02 AMApa hubungannya move on dengan jemuran? Ada banget!
Dalam hidup ini, kita kerap bertemu yang namanya keharusan untuk "move on". Move on berarti berpindah dari satu posisi ke posisi lain. Sulit untuk move on dengan sukses jika mata terus memandang ke masa lalu. Kemampuan seorang manusia untuk beranjak meninggalkan kenangan masa lalunya ke masa depan adalah sebuah lifeskill dan merupakan fase penting dalam hidup seseorang.
Sekitar pertengahan tahun lalu saya memutuskan untuk pindah kerja. Tidak mudah meninggalkan kantor lama ini. Ini adalah pekerjaan pertama saya di Australia. Saya akan selalu mengenang WF Media sebagai perusahaan pertama di Australia yang membuka pintu buat seorang ibu tiga anak dari Indonesia, yang sudah delapan tahun lebih tidak kerja kantoran, untuk bergabung bersama mereka. Hubungan kami adalah mutualisme, sama-sama untung. Mereka dapat tenaga kerja yang bersedia dibayar murah dan saya mendapat pekerjaan yang memberikan segala kemudahan untuk bertransisi, soal gaji yang tidak seberapa itu, hitung-hitung ongkos belajarlah. Perusahaan ini sangat mengakomodasi orang tua yang harus jumpalitan menyeimbangkan antara pekerjaan dan tanggung jawab terhadap keluarga. Saya sering minta izin untuk menghadiri acara sekolah, tidak masalah di sana. Dari makan siang di rumah sampai jemur baju pun tidak masalah, karena lokasi kantor cuma 5 menit dari rumah.
Jemuranku |
Saying good bye to this bunch of good people was so hard |
Akhir Oktober 2018, saya bergabung dengan perusahan media teknologi yang saya kenal waktu kuliah dulu lewat majalah PC World. PC World ternyata hanya salah satu dari sekian banyak produk mereka. Tugas saya adalah semacam web admin tapi khusus mengurusi iklan-iklan yang bertebaran di setiap laman, nama keren kerjaan ini Digital Campaign Manager, tapi catat ya, saya bukan manager kayak di Indonesia, lho, yaaaaa...
North Sydney |
dihimpit gedung kanan-kiri |
my corner |
Betahkah setelah tiga bulan berlalu?
Aih, keluhan macam apa itu. Sungguh tidak bermutu. Teman-temanmu di Indonesia, para ortu pekerja bahkan lebih berat hidupnya, bok. Yang kuat kenapa, sih.
Benar juga...
Dua minggu pertama, saya mengalami yang namanya sakit bahu. Nyeri sekali. Lalu saya terkena batuk parah di dua minggu pertama itu, sehingga saya dipulangkan paksa oleh manager saya, Hannah. Hannah bilang ke saya, "I don't want you to be here. Go home. Rest up." Jadilah saya kerja dari rumah beberapa hari di dua minggu pertama itu.
Di Australia, kalau kamu sakit --batuk, pilek, terutama-- lebih baik tidak masuk, karena orang di sini rupanya sangat khawatir kalau kita membawa bio-weapon ke kantor. Kita adalah ancaman biologis bagi keberlangsungan hidup organisme di kantor.
Kerja dari rumah, nih |
Saya baru tiga bulan di sini, masih ada tiga bulan lagi tersisa untuk mengevaluasi apakah ini yang saya mau. Apakah kerja full time, yang membuat waktu saya tersita banyak di jalan dan di kantor ini yang saya mau.
Terus terang saya rindu kemudahan-kemudahan yang saya dapat dulu, bekerja hanya dari pukul 9 pagi hingga 3 sore, punya waktu belanja, masak, jemput anak-anak, seperti dulu. Saya ingin bisa pulang sebentar untuk sekadar jemur baju, karena area jemur baju di rumah yang sekarang tidak tertutup (jadi ini tentang jemuran, nih?). Saya ingin bisa nyetir ke kantor, jadi saya bisa belanja pas jam istirahat dan tidak perlu pusing dengan barang belanjaan karena bisa ditaruh di mobil. Saya ingin bisa belanja setelah pulang kantor, karena banyak toko di Sydney tutup jam 5 sore. Saya ingin bisa tidak secapek sekarang.
Tapi, apakah alasan-alasan ini cukup valid untuk membuat keputusan? Saya masih belum tahu jawabannya. Mungkin tiga bulan lagi saya akan tahu jawabannya.
0 comments