Berburu Pekerjaan di Australia

9:25 PM

Semua bocah saya ada di sekolah saat pagi hingga sore, rumah terasa begitu sepi, sehingga saya merasa sudah saatnya kembali bekerja. Dorongan untuk memperoleh pendapatan secara teratur juga membuat saya memaksa diri untuk hampir setiap hari menengok-nengok iklan lowongan pekerjaan.

Namun.

Kembali ke dunia kerja di negara yang baru sama sekali bukan hal yang mudah. Pastilah!

Pengalaman kerja yang beragam di masa lalu membuat saya harus memoles CV dengan hati-hati agar dapat menonjolkan kekuatan dan kemampuan saya. Sama sekali bukan pekerjaan yang mudah, melelahkan, tapi pasti akan berguna untuk ke depannya.

Mari saya ceritakan sedikit tentang dunia kerja di Australia. Sebenarnya lapangan pekerjaan banyak asal mau kerja apa saja. Itu benar. Kerja kasar, kerja kantoran, selalu dapat ditemukan di iklan-iklan lowongan kerja. Sifat pekerjaan bisa full time (5 kali seminggu), part time, dan satu lagi adalah casual. Casual berarti sifatnya tidak tetap, dipanggil jika dibutuhkan saja.

Setiap kali melihat lowongan pekerjaan yang rasanya pas dengan skill, saya terpaksa harus mundur teratur, karena tidak mungkin saya kerja full time saat ini. Memiliki tiga orang anak yang usianya 5-12 tahun, membuat saya membatasi diri untuk sebisanya mendapatkan school-hour job. Belum ketemu hingga hari ini.

Saya sebenarnya mau kerja apa saja, mengingat kondisi saya yang tidak leluasa untuk memilih. Beberapa yang sudah saya coba adalah pelayan toko. Memang bukan pekerjaan yang menantang, tapi ya tetap harus dicoba, kan? Sayangnya, belum ada berkas lamaran saya yang diresponi dengan positif hingga hari ini. Dua ritel supermarket besar di Australia sudah saya coba, belum beruntung.

Surat penolakan
Ini hanya contoh email yang dikirim oleh Woolies, peritel besar di Australia. Hanya salah satu saja, masih ada yang lain, hahaha. Posisi yang saya lamar apa? Kasir. Penolakan-penolakan seperti ini bisa bikin down. Pikir saya, bahkan jadi kasir saja saya tidak dipertimbangkan. Bagaimana dengan perusahaan lain? Tapi, jangan berlarut-larut dengan perasaan itu. Anggaplah sebagai bagian yang harus ditempuh dalam sebuah proses. Jalani saja dengan sikap positif: belum jodoh.

Pikiran-pikiran negatif gampang sekali masuk saat sedang down. Gambar diri positif yang telah dibangun bertahun-tahun bisa seketika hancur. Saya ingat salah satu pikiran yang membuat depresi, sebegitu tidak berharganyakah saya? Dikonfirmasi dengan: I am of no value. Kemudian mulai menyesali pilihan berhenti kerja dari dunia IT atau di sebuah organisasi besar belasan tahun lalu. Menyesali pilihan menjadi stay-at-home mum karena walau masih kerja serabutan saat melepaskan karir, saya tidak lagi punya keahlian yang spesifik, lingkungan membuat saya menjadi generalis, bisa macam-macam, tetapi tidak ahli-ahli banget. Skill apa yang membuat saya layak dipekerjakan, ya?

Ini membuat saya introspeksi diri lagi. Tentang gambar diri, tentang harga diri. Siapakah saya, apakah identitas saya telah saya bangun di atas fondasi yang terbuat dari pasir atau dari batu karang yang teguh? Saya rasa memang saya diizinkan melalui masa-masa ini agar saya mengalami suatu terobosan di dalam hidup saya. Proses masih berjalan dan harus dilewati dengan sabar, setia, dan penuh pengharapan akan melihat cahaya di ujung kegelapan sana.

Saya tuliskan posting hari ini untuk meninggalkan catatan tentang proses dan pergumulan yang sedang saya jalani saat mencari pekerjaan ini. Semoga perjalanan menemukan pekerjaan yang baik dengan penghasilan yang baik akan berakhir atas kehendak Tuhan saja.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images