Najwa

7:08 AM

Namanya Najwa*. Benar atau tidak ejaannya, aku kurang tahu.
"Sudah tiga belas tahun di sini. Suamiku malah sudah tiga puluh tahun lebih."
Raha*, anak perempuannya yang cantik sesekali menginterupsi pembicaraan kami. Anak perempuanku Chloe dengan suka rela menawarkan diri mendorong ayunan Nahal yang setahun lebih muda darinya.

Anak-anak saya dengan Rahal (baju biru di belakang)
"Apa yang membawamu ke sini?" tanyaku.
"Kamu tahu Iran, bukan negara yang aman. Aku pergi ke Turki. Pergi begitu saja, melarikan diri. Di Turki juga tidak aman, beberapa teman mengajak ke Australia."
Najwa,  dengan matanya yang legam memandangku dan bertanya, "Kamu Muslim?"
Dia tahu aku orang Indonesia, itu sebabnya dia bertanya seperti itu.
"Bukan," kataku.
"Aku juga bukan. Kalau kamu bukan muslim, tidak ada masa depan buatmu di Iran. Tidak bisa sekolah lebih tinggi lagi."
Aku mengangguk.
"Sampai hari ini aku belum merasa benar-benar aman."
Dia lalu bercerita tentang perjalanannya pulang ke Iran beberapa waktu lalu, membawa kedua anaknya, saat ini yang besar berumur 12 tahun dan yang kecil 6 tahun. "Aku takut karena aku tidak punya bukti di paspor yang menyatakan bahwa aku pernah keluar dari Iran. Petugas sempat mempertanyakannya. Aku takut. Namun akhirnya aku dapatkan juga stamp masuk dari imigrasi Iran."
Kasihan Najwa. Dia melanjutkan ceritanya tentang ketakutan yang masih membayanginya. Bahkan di negara seperti Australia pun dia tak merasa aman. Anak laki-lakinya Darius yang tahun ini masuk SMP, masih diantar dan dijemput, sampai akhirnya Najwa menyerah atau tepatnya berserah.
"Aku belajar percaya. Awalnya dia pulang bersama temannya naik bus. Waktu Darius sampai dengan selamat di rumah, aku lega."
Najwa tersenyum. Aku tersenyum. Anak-anak kami bermain di taman yang disediakan oleh pemerintahan daerah Kuringgai.
"It's good that you can give your children a wonderful childhood here in Australia, Najwa."
 "Ya," katanya. Tersenyum lagi.

Siang telah memudar. Malam menjelang. Pukul 6 sore. Waktunya untuk pulang. Aku berpamitan dengan Najwa.

"Sampai ketemu minggu depan, Najwa."
"Sampai minggu depan, Devi."

Senja telah tiba. Udara sejuk menerpa. Hari telah terasa makin memendek di Australia. Delapan bulan aku di sini, musim yang baru datang ini mengantarkan rasa tak menentu dalam hati. Beberapa hari lalu panas masih menyengat, terang benderang hampir seharian, dalam sekejap berganti drastis. Musim gugur adalah preview akan apa yang terjadi musim dingin, seperti trailer film saja, dingin yang suram dan gelap akan datang tak lama lagi.

(semua nama bukan nama sebenarnya)

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images